5; Scar Markas Angkatan pusat, 13.50 PM [pergantian sudut pandang]
Kolonel Hyde masih mempelajari dokumen yang ada di tangannya. Matanya menatap tajam, naik turun mengikuti deretan huruf-huruf yang berjejer rapih layaknya semut berjalan. Di sampingnya tampak Letnan Steward dan Letnan Muda Vermouth. Keduanya tegang.
“Korban jiwa berjumlah 5 orang, semuanya mati dengan keadaan kepala terputus” bisik Letnan Steward ngeri. “Apa tindakan kita selanjutnya?”
“Ini diluar dugaan” Kolonel membanting dokumen itu ke meja kerjanya. “Konfirmasikan lebih lanjut kepada Brigjen. Ceritakan yang sebenarnya. Vermouth, laporkan kejadian ini ke Mahkamah Militer dengan dugaan Reserve Cyber dari luar negri..” Kolonel mencatat pada buku catatannya. “Masalahnya aku juga belum melihat ini dari mata kepala sendiri, jadi kalau kita melaporkannya dengan dugaan Scar Path Cyber, mungkin akan sedikit terburu-buru. Bisa gempar Mahkamah Militer nanti” ia menutup buku catatannya. “Ah! Juga beritau Sersan Mayor Springbell dan Mathewhaks, namun jangan sampai terlacak militer….”
“Maaf menyela, tapi…” tiba-tiba Letnan Muda Vermouth mengeluarkan suara. “…jika kita terlibat perang seperti perang sembila tahun lalu, apakah kita telah siap?”
Letnan Steward merubah posisinya canggung. Kolonel memandang dokumen tadi tajam.
“Perang harus dihadapi…” bisiknya. “…dan jika perang akan terulang lagi, terpaksa kita harus siap…”
***
[pergantian sudut pandang]
“Banyak banget laporannya….” Aku memandang kertas-kertas bertumpuk yang ada di depanku. “Semua harus kubuat cetak birunya…halah!! Menyebalkan!”
“Ya, setidaknya kau tak perlu membuat detail rancangannya kan?” ucap Amber sambil memoles lipstik. “Kau tau, warna lipstik ini lembut ya!”
“Kau selalu berbicara seperti itu!” Megan mengrinyit kesal. “Sudahlah, lebih baik kau segera memperbaiki onderdil Aurora Spam!! Atau tidak ia akan mencakarmu jika kau menaikinya!!”
“Ah, iya!” Amber menggulung lipstiknya, dan segera beranjak. “Aku pergi dulu ya!! Dadahh…..”
“Yayaya…pergilah!” Megan melambaikan tangannya malas-malasan. Aku hanya geleng-geleng kepala dibuatnya. Lalu segera membongkar tumpukan kertas yang diberikan oleh Letnan Muda Vermouth.
“Satu…dua…tiga… em…”
Lalu aku melihat secarik kertas kecil di sana. Terselip nakal diantara teman-temannya yang besar. Aku mengambilnya perlahan, membacanya dengan seksama, lalu tersenyum simpul.
“Megan, absenkan aku saat patroli sore. Aku ada urusan.”
***
Aku berjalan santai di trotoar di pusat kota sore ini.
Beberapa anak berlarian kesana kemari tertawa-tawa dan saling berkejaran. Ibu-ibu dan para gadis baru selesai berbelanja, menenteng nenteng tas-tas besar penuh berisi baju, sepatu, dan aksesori lainnya. Matahari mulai turun, pertanda hari sudah petang. Angin malam mulai menyembur, membuatku merapatkan mantelku. Sementara wanita-wanita penjual bunga menawarkan barang dagangannya dengan harga banting, beberapa sudah mulai layu. Pada sebuah restoran terbuka, aku melihat sepasang kekasih muda sedang tertawa-tawa, menyita perhatian pengujung restoran dan waiter di sekitarnya. Inilah tahun 1912, dimana pusat kota menjadi ramai dengan lampu pendar dan suara celoteh pada petang hari.
Aku melihat sekeliling. Lalu dengan hati-hati aku melangkahkan kakiku menuju suatu tempat. Aku memandang secarik kertas yang diberikan oleh Letnan Muda Vermouth.
“Floyan Baker’s Bar. Ini ya tempatnya?” aku melongo sedikit dan masuk ke dalam.
Ada seseorang wanita melambaikan tangannya kepadaku. Ia duduk di sudut ujung ditemani seorang pria. Aku berjalan hati-hati menuju mereka sambil tersenyum.
“Maaf lama!” aku tersenyum.
“Gak apa, aku juga baru datang! Malah Keyda baru datang beberapa detik yang lalu!” Kolonel Hyde menyuruhku duduk.
Aku menarik kursi dan ikut bergabung dengan mereka. Suasana di Bar ini hangat dan berbau anggur, tidak seperti suasana di luar yang dingin. Kolonel melambaikan tangannya pada waiter yang lewat.
“Mau minum apa, hari ini aku traktir!!” ucapnya. Aku melirik daftar minuman dan kuenya. Ada banyak jenis anggur dan bir di sini. Setelah lama melihat-lihat, aku memesan Routerbeer.
“Routerbeer gak berasa loh!” ucap Kolonel. “Gak mau yang lain aja?”
“Hahaha…terima kasih…” aku tertawa sebentar, mengingat lagi pesta ulang tahunku yang ke 17, saat aku pertama kalinya meneguk Bir. Saat itu aku mencoba Bayker’s Glab, dan seketika aku mabuk tak terkendali dan mengugau tidak karuan, hingga akhirnya aku dibawa pulang dengan dibopong Saga dan Bruno, dan aku tidak bisa tidur hingga harus dihajar dulu oleh Megan. Aku ini tak kuat minuman keras, memalukan!
“Percaya, deh, sekali kau coba racikan di sini, kau akan ketagihan!” Kolonel berbisik kepadaku. “ Aku sudah langganan di sini, dan biasanya akan diberi harga murah!”
“Oh…” aku melihat sekeliling dengan hati-hati. “Apa yang terjadi?” bisikku.
Kolonel memperhatikan sekeliling dengan hati-hati. Ia merapat ke meja, dan mengelurkan sesuatu dari kolong mejanya. Wajahnya berubah serius. “Aku senang kau cepat tanggap, Karen.” Ia menyodorkan sebuah dokumen dari bawah mejanya. “Jangan mencolok. Setelah selesai, kau bisa memberikannya pada Sersan Mayor”
Aku mengambil dokumen tadi dengan heran. Perlahan kucerna kata dan kalimat di dalam sana, mengkompilasikan antara huruf, pikiran dan hati.
Dan aku tak percaya ini.
“Astaga!!!!” aku terpekik pelan. “Ini bohong!!!”
“Ini tak bohong” bisik Kolonel. “Ini nyata”
“Tapi…tapi…” aku mencoba mencari kata-kata yang tepat, sementara aku memberikan kumpulan kertas itu pada Keyda.
“Scar Path Cyber bergerak lagi”
Aku memandang kolonel cemas.
“Jangan bercanda!! Mereka telah dipukul telak 9 tahun lalu!! Musnah!”
“Dan kau pikir mereka akan hilang menguap begitu saja?” Kolonel berucap sangsi. “Mereka tak akan menyerah sebelum targat mereka tercapai!”
Target? Maksudnya?
“ ’Target’ mereka itu apa?” tiba-tiba Keyda bertanya tajam Aku memandang Kolonel lekat-lekat. Kolonel memandang kami tajam, melirik kesana kemari mengawasi keadaan, dan berbisk dengan nada rendah,
“…kekuatan yang melebihi alam…”
Maksudnya?
“Apa kalian ingat perang yang berkecamuk 9 tahun lalu?” bisik Kolonel serius. “Mereka mengawali perang itu karena mengingikan sesuatu kekuatan yang bisa mensejajarkan diri mereka dengan kedudukan alam yang mengatur dunia…”
Aku tersentak. Membuat waiter yang membawa bir kami berjingkat karena kaget. Key masih mempertahankan wajah dinginnya.
“Bahkan pemimpinnya mempunyai kekuatan tak terduga, yang bisa menghancurkan sepuluh Reserve Cyber dalam sekali ayun…” Kolonel berdigik ngeri. “…kami sampai sekarang masih menyelidiki kekuatan yang ia pakai…”
Aku dan Keyda saling berpandangan. Gama Cyber?
“…mungkin mereka sudah membangun kekuatan selama 9 tahun, mengingat target mereka yang luar biasa itu… namun kita belum tau langkah apa yang akan mereka rencanakan…”
“Maksudnya?” aku bertanya bingung.
“Mereka tidak akan kuat hanya dengan perang!” Kolonel mewanti-wantiku. “Mereka akan mengejar sesuatu kekuatan yang membuat mereka akan sejajar dengan alam, ingat?”
“Ya kekuatan itu apa?” aku bertanya. “Mungkin kita bisa mencegah mereka mendapatkannya!”
“Masih diselidiki” Kololel menumpukan kedua tangannya pada meja. “dan dengar, aku tidak ingin masalah yang simpang siur ini terbawa sampai ke Mahkamah Militer. Aku hanya ingin kau mewanti-wanti kepada Squard 10, kau Karen dan Squard 12 milik Keyda. Pokoknya hanya kalian saja… mengerti?”
Aku mengangguk mantap. Lalu bersama Keyda berkata “SIAP!!”
***
“Repot ya!” aku menghembuskan nafas perlahan. “ Sudah ada Perompak Unname… ada Scar Path Cyber… belum lagi masalah-masalah di militer…” aku tersenyum kecut sambil melewati trotoar pusat Kota bersama Keyda.
“Hm…” ia menjawab datar.
Aku membisu dan bingung ingin berkata apa. Hening.
Kupandang kota malam hari. Beberapa pria hidung belang terlihat menggoda beberapa wanita malam, hal yang menjijikan yang biasa terlihat di malam hari. Beberapa ibu-ibu sedang bergosip di sudut Kafe, sementara orang-orang terlihat berlalu lalang dengan tujuan masing-masing, merapatkan mantel dan syal mereka.
“Key…” aku berbisik. “Betul kau tidak ingin memberitau kuncinya? Kalau tidak dengan kau, aku minta kepada siapa lagi?”
“Tidak tau” jawabnya singkat.
Aku menunduk.
“Kau tau…” aku berbisik pelan. “Yang kuingat sekarang hanya siluet ibuku... kalian… dan perang 9 tahun yang lalu…” perlahan kuangkat kedua tanganku, menatapnya. “Dan ironisnya, dalam perang yang kuingat hanya darah, bau mayat terpanggang, bau anyir dan besi, mesiu, pistol dan pasukan Reserve Cyber yang sebegitu banyaknya meledakan seisi kota…” aku bedigik ngeri. “Hii…serem ya!”
Keyda bergeming. Aku dan dia secara reflek berbelok ke gerbang markas Militer Pusat, menunjukan lencana masing-masing dan menyebutkan pangkat dengan lantang. Para tentara yang menjaga gerbang, memberi hormat kepada kami, lalu menyingkir dengan sopan.
Aku dan Keyda berpisah jalan.
“Routerbeer tadi enak, ya! Terima kasih atas semuanya!” aku tersenyum dan melambaikan tanganku kepadanya, berjalan menjauh. Kulihat punggung Keyda menghilang perlahan. Berjalan kecil sambil melambaikan tangan sesaat kepadaku.
“Tinggal konfirmasikan ini kepada yang lain, dan…” aku menatap lorong yang kosong di depanku. “…mencari ingatan yang hilang…”
***
Heing. Tak ada komentar.
“Ini bukan LELUCON!!!” aku berteriak nyaring. “Scar Path Cyber datang lagi!!”
“Itu GAK mungkin terjadi!!” Ucap Megan dengan nada tidak percaya. “Kau tau, mereka sudah musnah 9 tahun yang lalu!!!”
“Ah…benar!” Amy berbisik. “Mereka pasti tidak datang lagi!”
“Aku tadinya juga tak ingin percaya, tapi…” aku memandang jendela. “Aku melihat laporan itu dengan mata kepalaku sendiri. Dan cirri-ciri yang diberikan saksi korban sudah cukup membuktikan mereka adalah Scar Path Cyber. Tentulah orang-orang selain orang Selatan tidak mengetahuinya” aku menunduk. “Mereka tidak ada di perang 9 tahun lalu, bukan?”
Hening. Semua membisu sambil menerawang, sibuk dengan pemikiran masing-masing.
“Ah, itu masih hipotesis! Lagipula kalau mereka benar-benar datang, kita ambil saja sisi positifnya, membalas dendam!” Amber meringis. “Sudah, ayo kita istirahat!! Sudah larut ini, nanti kita tidak bisa bangun pagi dan menyelesaikan tugas, loh!” Ia beranjak. “Waaakh… aku ngantuk!!”
“Aku juga begitu!” Sara menguap pelan. “Ayo, lebih baik kita tidur!”
Semua beranjak dari tempatnya masing-masing, berjalan menuju pintu keluar. Satu persatu semua keluar dari ruangan. Namun aku masih belum beranjak.
“Megan, “ panggilku. “Bisa bicara sebentar?”
Ia sedikit terkejut. “Ah, ya, mengapa?”
Aku memandangnya tajam, menyuruhya duduk di depanku. Ia duduk dengan canggung. “Jangan mengelak dan jangan berbohong” aku merendahkan suaraku. “Kau adalah sahabatku dari kecil, kau tau apa yang terjadi denganku?”
Megan memasang wajah bingung. “Maksudmu?”
“Aku kehilangan sekeping ingatan” sambungku. “Bisakah kau memberikannya padaku?”
Ia kaget.
Ia memandangku dalam, lalu menunduk.
“Kenapa…” ia berbisik. “…kenapa kau bertanya akan hal itu…”
Aku menunggu jawabannya. Walau aku tau, hal ini tak akan mudah sama sekali.
“Kau…” ia memendam suaranya, mendapat tremor luar biasa. “Aku…tak bisa melakukannya…”
Ia syok. Duduk terkapar di kursi. Aku menghela nafas perlahan.
“Susah ya?” aku menepuk pundaknya. “Aku tak memaksa…”
“Jangan katakan itu lagi!” ia berbisik. “Kenapa kau ingin mengetahiu hal yang sudah lama kau lupakan? Jangan mengingatnya Karen… tolong… kau akan terluka…”
“Aku tak bisa hidup seperti itu…” aku mencoba tersenyum dan memberi pengertian padanya. “Walau aku melupakan ingatanku, namun ada bayangan-bayangan aneh yang memenuhi kepalaku…” sambungku. “…aku perlu kepingan itu…”
Megan memandang langit-langit lemas. “Ya, aku tau betul perasaanmu”
“Yang kulihat hanya siluet ibuku, Hazel Daze, dan seorang bocah kecil berlumuran darah yang ada di depanku… dia…dia…” kepalaku terserang sakit. Aku memegang kepalaku. Sakit.
“Sudah, selesai saja!” Megan menggenggam tanganku erat. “Ayo kita tidur! Sudah larut!”
Kupandang tanganku. Bergetar.
“Baik. Aku akan mencari kepingan itu nanti…” aku beranjak menuju pintu diikuti Megan. “Tapi kau harus bantu, ya!”
“Tentu! Kita sahabat terbaik, bukan?” ringisnya sambil mengacak-acak rambutku. Lalu ia menyalibku yang ingin membuka pintu sambil tertawa ringan. “Ah ya! Satu lagi…” ia berhenti sebentar di ambang pintu. Menatapku dengan serius.
“Kalau kepingan ingatanmu telah kembali, tolong berikan hal yang terbaik yang bisa kau berikan kepada bocah di bayanganmu itu ya!” ia beranjak perlahan. “Ia menderita sekali, loh!”
***
Sudah masuk chapter 5 yaa... wah...
Makasi ya yang sudah baca dan komen, chapter 6 nanti akan banyak sekali loh...
Stay tune dan komen ya!
-Mwd :)-
2 toughts:
hwaa~ itu pasti keyda kan? key kan? ayoo dilanjut! ganbatte! eh short profile yg cowoknya mana? -amy-
Aduh cerita ini seru bgt! gw suka bgt! mungkin ini cerita fiksi yag paling gw sukain. Lo, lo yg blum baca harus baca! bakal ketagihan dah dijamin!
-Alice rutherford-
NB: gini, gini gw masuk dalam character UC loh!
Post a Comment